Gejala underachiever (anak yang berprestasi
di bawah kapasitasnya) muncul terutama ketika anak mulai mendekati usia 6
tahun, ketika ia mulai bersaing dengan saudara atau teman-temannya.
Mengingat gangguan underachiever ini akan sangat mempengaruhi
perkembangan anak, sebaiknya kita sesegera mungkin mengatasinya.
Mencegah itu lebih baik daripada mengobati.
Karena
itu, kenalilah putera-puteri kita sebaik mungkin dan bergaullah sedekat
mungkin. Bukan tak mungkin, karena didera kesibukan, tahu-tahu kita
telah mendapatkan mereka sudah beranjak dewasa dan kita menyesal karena
kehilangan masa-masa emas bersama mereka.
PENYEBAB
Menurut
Sylvia Rimm dalam bukunya Why Bright Kids Get Poor Grades and What Can
You Do About it, ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya
underachiever pada anak, yaitu:
1. Perilaku orangtua yang tidak disukai anak.
Orangtua menuntut terlalu tinggi atau perfectionist.
Anak bisa kurang motivasi untuk menyelesaikan tugasnya sebagai cara
untuk membalas dendam pada orangtuanya, yang dirasakan terlalu otoriter,
kaku, bersikap tidak adil dan sok kuasa. Kalu orangtua terlalu menuntut
kesempurnaan, anak bisa menyerah sebelum mencoba mengerjakan
tugas-tugasnya atau berpura-pura mengerjakannya. Waspadai sikap anda,
karena sikap perfeksionis tidak selalu dalam bentuk ucapan. Anak yang
peka bisa menangkap isyarat, misalnya dari ekspresi wajah orangtua yang
kecewa atau kurang puas ketika ia gagal menjadi juara kelas.
2. Orangtua menuntut terlalu meremehkan
Anak belajar dari sikap
orangtua yang meremehkan atau meragukan kemampuannya, sehingga ia pun
meragukan kemampuannya sendiri untuk berprestasi dan untuk bersikap
mandiri.
3. Orangtua kurang perhatian
Orangtua yang hanya peduli pada prestasi atau hasil tetapi tidak peduli pada proses atau usaha pencapaian prestasi tersebut.
4. Orangtua bersikap terlalu permisif
Sebagian orangtua memilih
bersikap permisif (serba membolehkan) karena mengira dengan demikian
anak akan tumbuh mandiri. Kenyataannya, anak yang sehari-hari tidak
mengenal disiplin di rumah dan disiplin dalam belajar akan cenderung
merasa tidak aman dan kurang motivasi untuk mencapai prestasi. Anak
tidak belajar mrndisiplinkan diri sendiri untuk memenuhi harapan orang
lain, atau untuk mencapai target. Ia juga tidak belajar bagaimana
bekerja keras dan bertahan dalam situasi yang menekan.
5. Konflik keluarga yang serius
Suasana rumah yang terus
menerus kalut akan membuat anak merasa tidak aman. Karena orangtua bagi
anak hanya merupakan sumber ketegangan dalam dirinya, anak juga
kehilangan motivasi untuk menyenangkan hati orangtuanya.
6. Orang tua yang tidak menerima anak atau sering mengkritik
Anak yang sering mendapat kritik atau cela lama kelamaan merasa bahwa kehadirannya tidak diharapkan oleh orangtuanya.
7. Orangtua terlalu melindungi (overprotective)
Anak yang terlalu dilindungi
tidak sempat belajar bagaimana memotivasi diri sendiri bila bekerja di
bawah situasi yang menekan. Mereka tidak tumbuh matang dan tidak punya
motivasi belajar.
8. Anak merasa rendah diri
Perasaan tidak berharga akan
menurunkan motivasi anak. Ia hanya berani menginginkan target di bawah
potensi sesungguhnya yang ia miliki. Ia juga takut ketahuan bahwa ia
tidak mampu atau tak berguna. Mungkin saja ia tampil sebagai anak manis
yang patuh dan cenderung pasif.
PENCEGAHAN
Untuk mencegah anak menjadi underachiever, beberapa upaya bisa dilakukan, yaitu:
Terima anak apa adanya dan beri suport
Sejak dini, anak perlu sering-sering ditanggapi keluhannya, misalnya
ketika ia meragukan kemampuannya, anda bisa mengatakan: “Insya Allah
kamu bisa”. Tekankan bahwa yang paling penting adalah berusaha
semaksimal mungkin, gagal itu merupakan hal yang bukan tidak
diperbolehkan tetapi pantang untuk berputus asa.
Anda juga perlu bersikap konsisten
Jangan
menuntut anak di luar kemampuannya. Apapun prestasi anak, orangtua
harus percaya kepada anak (bahwa ia mampu dan telah berusaha maksimal),
menghargainya (bahwa ia telah berusaha, terlepas ia berhasil atau gagal,
kehadiran anak tetap merupakan karunia bagi orangtua), dan mendengarkan
apa yang disuarakan anak. Jangan sekali-kali berkata kasar atau
melecehkan.
Target yang realistik
Tetapkanlah
target yang menurut perkiraan anda sesuai dengan anak. Jangan terlalu
berlebihan berharap anak akan cepat mengatasi masalahnya. Semua itu
harus melalui suatu proses.
Kuasai seni menuntut
Perhatikan
kesiapan anak untuk mengerjakan tugas baru, sehingga dimungkinkan
mereka dapat berprestasi optimal. Tugas yang terlalu mudah tidak akan
menantang anak untuk menunjukkan kemampuannya. Sebaliknya kegagalan yang
terus menerus (karena target terlalu tinggi) akan membunuh motivasi
anak untuk berprestasi. Menetapkan target yang tidak terlalu tinggi dan
tidak terlalu rendah merupakan seni tersendiri.
Belajar menunda kepuasan jangka pendek
Setelah
anak berusia 5 tahun, ia mulai bisa mengenal target jangka panjang dan
jangka pendek; serta mengenal kepuasan jangka panjang dan jangka pendek.
Ajari dan dorong anak untuk menunda kepuasa-kepuasan jangka pendeknya
demi mendapatkan kepuasan jangka panjang atau kepuasan yang lebih besar.
Ajari dan beri contoh untuk belajar aktif memecahkan masalah
Ajari anak bahwa rasa ingin tahu itu menggairahkan, mengajukan
pertanyaan dan mencari jawabannya itu mengasyikkan, sehingga belajar itu
kegiatan yang menyenangkan. Lontarkan saja pertenyaan pada diri
sendiri, dan biarkan anak ikut mendengarkan dan terangsang rasa ingin
tahunya, mengapa dan bagaimana cara kerja sesuatu (yoyo yang sedang
dimainkan anak, juicer di dapur, hujan turun dari langit dsb).
Beri ‘imbalan’ bila anak menunjukkan prestasi besar
Penelitian
terakhir menunjukkan bahwa prestasi akademik dan kepribadian yang
positif (misalnya konsep diri yang positif, merasa berfungsi secara
efektif) terkait erat dengan kondisi rumah. Anak yang selalu dihargai
karena prestasinya umumnya akan lebih termotivasi untuk berprestasi.
Anak underachever biasanya kurang memiliki tanggungjawab atas dirinya
sendiri, termasuk prestasinya. Sistem imbalan akan membantu
membangkitkan rasa tanggung jawab ini. Tugas orangtua adalah menemukan
imbalan apa yang efektif bagi anak. Ada yang senang dengan pujian tetapi
ada yang pada awalnya memerlukan imbalan yang lebih konkret, misalnya
tambahan pensil baru, meja belajar baru atau sekedar ciuman di pipi.
Apabila anak sudah terlanjur underachiever, ada dua hal yang perlu dilakukan, yaitu:
Pertama,
gunakan sistem imbalan yang efektif. Efektifitas ini tergantung akurasi
informasi prestasi anak di kelas. Karena itu orangtua harus sesering
mungkin berkonsultasi dengan guru,
Kedua,
ajari anak strategi untuk membangkitkan motivasi. Selain imbalan yang
diterimanya, ajari anak untuk mencari imbalan kepada dirinya sendiri.
Misalnya setelah mengerjakan PR ia boleh main komputer atau naik sepeda.